Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Presiden memang memiliki hak prerogatif yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu hak tersebut adalah memberikan abolisi dan amnesti kepada warga negara dalam kondisi tertentu. Kedua istilah ini memang kerap dianggap mirip, padahal secara hukum memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Abolisi adalah tindakan Presiden untuk menghentikan proses hukum terhadap seseorang yang sedang dalam penyidikan, penyelidikan, atau bahkan sudah memasuki proses peradilan. Dengan kata lain, seseorang yang diberi abolisi bisa terbebas dari jerat hukum meskipun proses pengadilan belum selesai atau bahkan belum dimulai. Abolisi bisa dianggap sebagai bentuk pengampunan yang menghentikan langkah hukum sebelum vonis dijatuhkan.
Sementara itu, amnesti memiliki cakupan yang lebih luas. Tidak hanya menghentikan proses hukum, amnesti juga menghapus semua akibat hukum pidana yang telah dijatuhkan kepada seseorang. Artinya, orang yang mendapatkan amnesti tidak lagi dianggap memiliki catatan kriminal atas perkara yang melibatkan dirinya. Amnesti biasanya diberikan dalam konteks politik atau sosial yang lebih luas, seperti saat negara ingin merangkul kembali pihak-pihak yang sebelumnya dianggap bersalah dalam konflik politik atau perbedaan pandangan ideologis. Dalam sejarah Indonesia, amnesti pernah diberikan kepada mantan narapidana politik, aktivis, hingga individu yang terjerat kasus-kasus sensitif namun dinilai layak mendapatkan pengampunan total.
Pemberian abolisi dan amnesti tidak bisa dilakukan secara sepihak. Meski Presiden memiliki kewenangan prerogatif, ia tetap harus mendapatkan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954, proses pemberian keduanya juga memerlukan nasihat dari Mahkamah Agung atas permintaan Menteri Hukum dan HAM. Mekanisme ini menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia tetap menjunjung tinggi prinsip check and balance antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Kasus Tom Lembong menjadi contoh menarik tentang bagaimana abolisi bekerja. Ia sebelumnya dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan karena dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi impor gula. Namun, sebelum proses hukum berkekuatan hukum tetap, Presiden memberikan abolisi yang langsung menghentikan segala upaya penuntutan. Artinya, meski kasusnya masih berada dalam proses banding, ia dinyatakan bebas secara hukum. Di sisi lain, Hasto Kristiyanto menerima amnesti dari Presiden atas vonis pidana politik yang diterimanya. Dengan amnesti tersebut, seluruh jejak hukum atas kasusnya dihapuskan, dan ia kembali memiliki status hukum yang bersih.
Keputusan Presiden ini tentu menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat. Ada yang menilai langkah tersebut sebagai upaya rekonsiliasi nasional, sementara yang lain mempertanyakan keadilan bagi korban atau masyarakat yang mengharapkan proses hukum berjalan sampai akhir. Namun yang pasti, keberadaan abolisi dan amnesti adalah bagian sah dari sistem hukum Indonesia yang memungkinkan adanya pemulihan, pengampunan, dan langkah kemanusiaan yang lebih luas dalam konteks kebijakan negara.
Abolisi dan amnesti juga seringkali disandingkan dengan grasi dan rehabilitasi. Grasi adalah pengampunan atas hukuman yang telah dijatuhkan dan hanya dapat diberikan setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sementara rehabilitasi memulihkan nama baik seseorang yang dinyatakan tidak bersalah setelah melalui proses hukum. Keempatnya adalah instrumen hukum yang berbeda, namun sama-sama menunjukkan bahwa keadilan tidak hanya soal hukum yang kaku, tetapi juga soal kebijaksanaan dan kemanusiaan dalam menjalankan roda negara.
Melalui narasi ini, kita diajak memahami bahwa di balik istilah hukum yang terdengar rumit, terdapat pertimbangan politik, sosial, dan moral yang berlapis. Abolisi dan amnesti bukan sekadar keputusan hukum, melainkan simbol dari sebuah negara yang mencoba menyeimbangkan antara tegaknya hukum dan hadirnya keadilan yang lebih menyeluruh. (FKAN News)