GUNADI RASTA,SH.,MH: Akademisi Hukum UGJ Cirebon |
Cirebon, FKAN News – Keluarnya Peraturan Wali Kota (Perwali) No.5 Tahun 2025 menimbulkan polemik di masyarakat. Regulasi tersebut mengatur besaran tunjangan perumahan dan transportasi bagi anggota DPRD Kota Cirebon sebagaimana tercantum pada pasal 18 dan 23. Ironisnya, kebijakan ini justru hadir ketika rakyat tengah menghadapi kondisi ekonomi sulit.
Kebijakan yang ditandatangani Wali Kota Cirebon Effendi Edo pada 26 Maret 2025, hanya sebulan setelah resmi dilantik, dianggap terburu-buru dan tidak mempertimbangkan situasi keuangan daerah.
Sejumlah akademisi menilai, langkah ini sarat dengan kepentingan politik. Gunadi Rasta, akademisi hukum Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon, menilai Perwali tersebut terindikasi praktik “politik balas budi”.
“Jangan berpikir tidak punya iktikad untuk mencabut atau merevisi Perwali tentang tunjangan tersebut. Legal standing publik bisa saja terjadi, dengan dugaan unsur kerugian keuangan daerah akibat pengeluaran yang tidak seharusnya dikeluarkan,” ujar Gunadi Rasta kepada FKAN News.
Gunadi juga menegaskan, di tengah situasi masyarakat yang sedang berjuang menghadapi tekanan ekonomi, kebijakan semacam ini justru mengikis kepercayaan publik.
“Kepada Wali Kota dan anggota DPRD, tunjukkan ekspektasi dan kepedulian kepada rakyat saat kondisi seperti ini. Berempatilah, maka rakyat pun akan menghormati pemimpin dan wakilnya,” pesannya.
Polemik Perwali No.5 Tahun 2025 diperkirakan akan terus bergulir. Publik menanti langkah lanjut dari Wali Kota Cirebon, apakah akan bersikap responsif dengan merevisi aturan tersebut, atau tetap bersikukuh pada kebijakan yang dinilai kontraproduktif dengan semangat efisiensi anggaran.
Kasus ini menjadi ujian awal kepemimpinan Effendi Edo sebagai Wali Kota Cirebon. Publik berharap pemerintah kota tidak hanya menjalankan formalitas aturan, tetapi juga menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. (Red)